Friday, March 22, 2013

Lost

Jumat dini hari.

Aku yang sepi, tersesat di hutan mimpi.

Di pagi yang hening ini. 

Ditambah suara kokok ayam jantan yang datang sesekali. 


Kembali terbesit sebuah ingatan. Ingatan yang mencoba memberi sebuah bekas. Bekas yang tak kunjung pudar.

Ingatan itu.... 

Masih samar-samar.

............

.......

..

Lalu, ingatan itu menguat. Semakin menguat saat terbukanya sebuah kolom percakapan. Huruf demi huruf, kata demi kata, dan kalimat demi kalimat yang terbaca seakan memberikan asupan energi kepada otak agar terus mengingat.

Semakin ke atas, ingatan itu semakin nyata.

Mencoba untuk mengetuk pintu.

Memaksa untuk singgah sejenak.

Sudah 40 menit, di depan layar monitor ini, tak ada satu tuts keyboard pun yang tertekan. Ada sesuatu yang ingin disampaikan namun tak kunjung tersampaikan.

Ada sebuah rasa. Rasa yang mencoba mencari celah untuk hadir kembali. Kembali seperti tiga bulan yang lalu.

Lalu ingatan itu pun mencoba untuk menembus masuk pada sebuah masa.

..

....

.......

............

Tiga bulan yang lalu.

Sebuah masa di mana gue menemukan sebuah sosok. Sosok yang berbeda. Berbeda dari yang lainnya. Ada sesuatu di dalam dirinya yang gak bisa gue temukan pada orang lain. Sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Namun, kehadirannya hanya sebuah pertemuan yang singkat, hingga menjadikannya bagai bayang-bayang yang hilang ketika cahaya tiada.

Lalu ingatan tersebut menghilang, mencoba menembus masuk ke masa yang lain.

...............

.........

.....

..

Satu bulan yang lalu.

Sosoknya hadir kembali. Kini kehadirannya bagaikan sebuah gambar perspektif. Berawal dari sebuah titik hitam kecil lalu memberikan sebuah makna. Sebuah titik yang mencoba untuk menghidupkan sebuah rasa yang ada pada diri gue seperti tiga bulan yang lalu.

Seperti mengalami de javu. Pertemuan singkat yang kedua? Kini, sosoknya memudar kembali. Dia pergi. Tanpa suara. Tanpa kata-kata. Seperti kata yang tak dapat diucapkan kayu kepada api yang membakarnya. Tak ada pesan yang datang darinya lagi sejak sembilan Maret silam. Lalu gue mencoba untuk menghadirkan sosoknya kembali, terlukis sejenak lalu terhapus kembali.

Aku terdiam di persimpangan jalan, bingung memutuskan, ke mana lagi langkah kakimu kian menyesatkan? Tak ada lagi pesan yang dibalasnya lagi sejak lima hari yang lalu.

Kini, sebuah titik itu memudar. Tak mampu lagi membentuk sebuah pola perspektif yang memberikan makna.

Hilang.

Sampai detik ini.

Entah sampai kapan.

Monday, February 18, 2013

Mahasiswa Semester Dua

Kantuk yang mulai menyapa, tak menggoyahkan keinginan gue untuk nge-post di pagi hari nan hening di kota Bogor ini. Yap! Saat ini di laptop Kukuh sedang menunjukkan pukul 2:54 pagi, iya pagi. Pasang kacamata kuda dulu ah biar cool. Gimana gak keren coba, nanti gue ada jadwal kuliah jam 7 pagi. Great. Tidur nih pasti nanti pas kuliah hahaha. Kelihatannya gue sudah mulai terbiasa terjaga di waktu-waktu seperti ini. Memang sesuatu hal yang kurang baik, tapi mau gimana lagi? Gue baru aja selesai ngerjain tugas Kimia Air dan Tanah. Padahal tugas ini udah disuruh dari seminggu yang lalu. Sifat buruk gue yang satu ini, suka menyepelekan sesuatu, kembali muncul. Entah sampai akan ia akan terus singgah di kehidupan gue. 

Sekarang, mata kuliah gue makin ribet, gak seperti semester satu kemarin, yang masih bisa tidur saat kuliah, terutama mata kuliah Agama Islam. Hahaha kerjaan gue pas kuliah matkul Agama Islam cuma tidur doang. Ciyus. Terus gak masuk pas ada tugas presentasi materi, tapi gue dapet nilai A hahaha. Dewa abitch. Sekarang itu mata kuliah gue ada Kimia Air dan Tanah, Ekologi Perairan, Pengantar Biokimia, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Mikrobiologi Akuatik, dan Dasar-dasar Akuakultur. Tujuh mata kuliah dengan waktu kuliah 5 hari dalam seminggu. Tiga kali masuk jam 7 pagi dan dua kali masuk jam 8 pagi. Cemungut! Wkwk.

Tugas pun selesai, masih ada beberapa jam lagi untuk kuliah nanti pagi. Gue sempetin untuk log in twitter sebentar. Nge-tweet, bales mention Runggu yang mencoba untuk menyindir Arsenal yang baru saja kalah dari FA Cup (asu!), stalk, dan sekilas melihat beberapa tweet-tweet gue yang udah pernah gue tweet. Semakin ke bawah, ke bawah, dan mata gue tertuju pada suatu tweet.

.............

.........

.....

..

"Alhamdulillah. gak percuma kuliah-tidur-kuliah-nobar-kongkow-tidurlagi."

Gue termenung...

Mencoba menguatkan memori di kepala gue.

Saat itu...

Sekitar jam 11 siang...

Di bawah teriknya matahari...

Terlihat seorang pak pos mengantarkan sebuah surat. Dari Diploma IPB! Ah, sudah lama kau kunanti. Kenapa baru sekarang kita bertemu? Dengan tergesa-gesa gue menghampiri pak pos, tanda tangan, dan tak lupa mengucapkan "Terima kasih". Dengan hasrat menggebu-gebu, gue robek ujung surat tersebut, gue tarik kertas yang ada di dalam surat tersebut dengan perlahan. Terlihat sebuah angka. 3,63! IP perdana gue! Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah. Gue pun tanpa pikir panjang langsung memanggil Ibu gue dengan rasa bangga dan memberikan lembaran kertas tersebut kepadanya. Sebuah senyum. Ya, Ibu gue tersenyum. Gue pun lega akhirnya, perjuangan keluarga untuk membiayai gue kuliah ternyata gak sia-sia. Gue bisa nunjukkin prestasi awal gue di Diploma IPB dengan nilai yang memuaskan hati mereka. Tapi gue inget apa kata Ibu, "Jangan takabur, belajar yang rajin, di atas langit masih ada langit".

Semester Dua. Target semester ini masih sama seperti semester sebelumnya, yaitu Cum Laude. Apapun yang terjadi, apapun kendalanya, selalu ada harapan untuk mencapai apa yang gue inginkan, meskipun kecil, tapi gue akan selalu mencoba untuk mencapainya. Gak peduli gue tidur kurang dari 8 jam atau apapun yang ngebuat gue tersiksa; tugas, laporan, dan hal-hal lainnya. Membuat orangtua bangga itu jauh lebih penting dari semua yang udah gue lakuin selama ini, gue merasa semua pengorbanan gue akan terbayarkan oleh senyum yang nantinya nyokap berikan ketika mendengar bahwa gue mendapatkan nilai yang memuaskan.

Bismillah!